
Saya sangat bersyukur dan bergembira dengan terbentuknya Himpunan Alumni Mambaus Sholihin (HIMAM), karena manfaatnya sangat besar khususnya bagi para alumnus. Sebagaimana saya merasakan KESAN (Keluarga Santri dan Alumni Langitan), karena disamping bisa temu kangen dengan sesama alumnus juga bisa lebih mendekatkan hubungan dengan para guru. Sehingga tetap mendapatkan barokah pesantren lantaran masih sambung dan didoakan oleh Guru.
Hal ini karena saya yakin bahwa di pesantren, tidak ada bekas murid dan bekas guru. Dan para masyayikh di pesantren senantiasa mendoakan santrinya, yang diingat dalam doanya adalah agar murid-murid nya mendapatkan ilmu yang bermanfaat, sehingga selamat baik di dunia maupun di akhirat. Denkian juga al-faqir, sebagai seorang pengasuh sekaligus orang tua, tidak akan melupakan kamu sekalian, bahkan hati ini merasa berat bila kalian jarang atau tidak pernah sowan ke guru-guru kalian, sebagaimana perasaan saya kepada anak kandung saya. Dan dengan datangnya kamu bersilaturahmi kepada saya, membuat hati gembira, karena ruhaniyah kamu masih sambung. Maka dalam setiap munajat yang selalu saya ingat adalah santri, kamu sekalian ” Ya Allah, semoga engkau menjadikan mereka orang yang selamat di dunia maupun di akhirat, dan disinilah sebagai pembeda pendidikan pesantren dengan lainnya, yang tidak akan putus sampai hari akhir nanti.
Namun, saya sendiri tidak mempunyai barokah apa-apa, saya hanya bisa nyentelno do’a kepada Anbiya’, auliya’ dan masyayikh, karena saya merasa tidak pantas, dan karena mereka adalah orang yang lebih dekat dengan Allah SWT. Sehingga, kalau masih sambung dengan tawassul do’a yang saya centelkan kepada mereka, insyaallah akan mendapat barokahnya dan barokah pondok pesantren ini. Olehkarena itu, saya minta HIMAM bisa berkembang. Langkah yang pertama adalah membentuk kepengurusan, lebih lebih di daerah-daerah. Melaksanakan kegiatan, baik pembacaan Rottibul Haddad, Rottibul Artis serta Dalailul Khoirot dan lain sebagainya, selanjutnya mendata jumlah alumnus. Sehingga, disamping HIMAM menjadi kuat dan tetap terjalinnya hubungan antara santri, pesantren dan guru, juga tersebarnya dakwah Islam ala Ahli sunna wal jama’ah.
Insyaallah semenjak berdiri, Khrrij dari pesantren ini mencapai 5000 lebih santriwan dan santriwati baik dari Tsanawiyah maupun Aliyah. Dan, mereka pun bermacam-macam, ada yang jadi kyai dan mempunyai pesantren kecil-kecilan, ada yang menjadi guru, tabib, mubaligh, dan mungkin ada juga yang menjadi penjual kacang, ya tidak apa-apa, yang penting tidak pengangguran, apalagi setelah menikah, mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk keluarga, lebih lebih telah mempunyai anak.
Bolehlah bekerja macam apa saja walaupun hina dihadapan manusia, yang penting halal dan bisa di buat bekal untuk beribadah kepada Allah. Memang, kalau Maqom kasyaf ya, harus kasyaf dan tidak usah malu pada manusia, tapi malulah pada Allah SWT. Dan jangan sampai santri Mambaus Sholihin tidak bekerja, hanya wiridan saja, sambil memutar tasbih sementara hatinya tamak, mengharap pemberian orang lain.
Saya lebih menghormati santri yang menjadi rukang becak yang beriman kuat, rajin sholat berjamaah daripada menjadi mubaligh tapi imannya lemah. Dan kalau sholat subuh selalu di gabung dengan sholat duha. Maka, saya minta para alumnus untuk lebih meningkatkan ibadahnya kepada Allah. Jangan sampai meninggalkan sholat 5 waktu dan meninggalkan amalan Istiqomah di pesantren ini. Karena kebahagiaan itu tidak terletak pada kekayaan harta benda, tapi keridhoan dan kelapangan hati. Serta hendaklah bekerja dengan niat untuk mencari bekal ibadah kepada Allah SWT.
Saya lebih bangga lagi jika ada santri yang menggiatkan dakwah Islamiyyah di tempat ia tinggal. Memperjuangkan syariah yang dibawah oleh Rasul, menjalankan wirid-wirid yang telah dibaca di pesantren. Bolehlah ia mencari ilmu yang bermacam-macam, dan al-faqir sendiri tidak membatasi perkembangan pikirannya. Namun hendaknya hati tetap sambung pada Allah SWT, paham Ahlus Sunnah wal jama’ah tetap di pegang dengan kuat, dan jangan sampai terjerumus dalam paham yang menyesatkan.
Maka, jaganlah sekali-kali memutuskan hubungan ruhaniyah dengan gurumu. Apalagi sampai mengatakan “dia bekas guruku, saya bekas santri pondok pesantren Mambaus Sholihin. Ini namanya santri yang kurang ajar. Dan jika demikian, jangan mengharapkan barokah dari pesantren, barokah do’a masyayikh yang ditujukan untuk setiap santri, lantran telah memutuskan hubungan rohaniyah degan pondok pesantren.
Dengan demikian, adanya HIMAM ini sangat bermanfaat bagi kamu sekalian, disamping memperkuat tali silaturahmi, juga bisa digunakan untuk musyawarah menyelesaikan masalah antar alumnus, baik masalah keluarga, maupun yang lainnya, juga sebagai alat untuk tetep menyambung hubungan rohaniyah dengan para guru.